11 Apr 2013

Review: Fallin’ in Love (2012)


Jelas akan ada beberapa kekhawatiran bagi sebagian orang sebelum mereka menyaksikan Fallin’ in Love: film drama romansa ini diarahkan oleh Findo Purnomo HW – yang sebelumnya mengarahkan film-film seperti Love in Perth (2010), Lihat Boleh, Pegang Jangan (2010) dan Ayah, Mengapa Aku Berbeda (2011),

 naskah cerita yang ditulis oleh Alim Sudio – yang bertanggungjawab atas keberadaan jalan cerita film Air Terjun Pengantin (2009), Lihat Boleh, Pegang Jangan (2010) dan Pupus (2011), serta diproduseri oleh Firman Bintang – yang, sejujurnya, sama sekali belum pernah menjadi seorang produser bagi film yang dapat disebut berkualitas. Tiga kombinasi yang berbahaya dan… Anda dapat menebak bagaimana kualitas akhir Fallin’ in Love bahkan semenjak sepuluh menit pertama film ini dimulai.
Phew. Fallin’ in Love berkisah mengenai seorang gadis remaja bernama Larasati (Mikha Tambayong) yang seumur hidupnya baru mengenal kata dan rasa cinta dari sahabat-sahabatnya maupun film-film drama romansa buatan industri film Korea yang selalu ia gemari… sampai akhirnya ia bertemu dengan Rado (Adly Fairuz), kakak kelasnya yang juga merupakan seorang bintang softball.

 Larasati sendiri secara perlahan berhasil menarik perhatian Rado. Namun sayang, mantan kekasih Rado, yang juga kakak kelas Larasati, Nita (Agesh Palmer), ternyata masih belum merelakan Rado direbut oleh gadis lainnya. Akhirnya Larasati sering menerima tekanan dari Nita dan teman-temannya. Dan sayangnya, Rado juga seringkali lebih memihak kepada Nita daripada Larasati.
 
Dalam kekecewaannya, Larasati akhirnya memutuskan untuk bolos dari sekolahnya dan berliburan ke rumah neneknya di Lembang – yang, by the way, mendukung penuh bolosnya Larasati dari sekolahnya demi mengobati sakit hatinya. Yeahhhmodern Grandma. Di rumah neneknya, Larasati kembali bertemu dengan teman masa kecilnya,

Beben (Boy William) – yang meski berasal dari desa dan anggota keluarga yang sama sekali tidak memiliki tampang seperti warga negara asing, namun memiliki tampang seperti warga negara asing… dan kesulitan untuk berkata-kata dalam Bahasa Indonesia. Dan segera saja… Larasati terlibat sebuah permainan hati lainnya dengan Beben.

Lalu bagaimana dengan Rado? Apakah Larasati telah benar-benar melupakan kakak kelas yang sebelumnya sangat ia kagumi itu?
Yahhh… semua hal yang dapat Anda tebak dari sebuah drama romansa remaja yang berkisah mengenai cinta segitiga dapat Anda tebak di film ini. Oh.

Selain memiliki jalan cerita yang jauh dari kesan inovatif dan menarik, Fallin’ in Love juga memiliki deretan pemeran yang hadir dengan kemampuan kuat untuk membuat setiap penonton merasa sangat membenci mereka. Mikha Tambayong tampil dengan sekuat tenaganya untuk hadir dalam kemampuan akting yang sangat berlebihan… dan palsu.

Ia membuat karakter Larasati menjadi begitu hiperaktif dalam menunjukkan emosinya. Tertawa berlebihan, tersenyum berlebihan, tangis yang berlebihan dan bertingkah secara berlebihan. Mungkin Findo Purnomo HW mengarahkan Mikha untuk meniru akting para aktris film-film drama romansa dario industri film Korea yang selalu terlihat centil dalam tiap gerak-geriknya.

Sayang… Mikha justru menjadikan Larasati terlihat sebagai karakter dengan tingkat intelejensia yang rendah daripada terlihat imut maupun centil.
Dan kemudian dua pria yang berusaha memperebutkan gelar sebagai aktor dengan kemampuan berekspresi terburuk dari hati Mikha Tambayong, Adly Fairuz dan Boy William.

Boy William harus diakui masih sangat memiliki keterbatasan dalam menampilkan ekspresi wajah dan kemampuan aktingnya – plus, kemampuannya dalam menghilangkan aksen luar negerinya. Namun, untuk film ini, setidaknya ia berusaha kuat untuk berbahasa dalam Bahasa Sunda. Lihat apa yang dilakukan Adly Fairuz.

Man… pria ini dipastikan tidak akan ada selamat jika ada seorang pembunuh yang menahan dirinya kemudian meminta dirinya berakting dengan meyakinkan guna menyelamatkan nyawanya. Adly hadir dengan ekspresi wajah yang sama… di sepanjang film! Yang cukup mengherankan adalah untuk melihat keputusan Findo untuk menjadikan Adly sebagai karakter remaja pria dari kota sementara Boy William memerankan karakter remaja pria dari desa. Bukankah penampilan fisik mereka menampilkan hal yang sebaliknya?
Kecuali beberapa aktor senior yang tampil dalam film ini, seperti Yati Surachman yang selalu tampil meyakinkan, Fallin’ in Love sama sekali tidak memiliki kelebihan yang berarti dalam kualitas departemen aktingnya. Jika pemerannya tidak berlebihan dalam menampilkan perannya, maka pemerannya terlihat sama sekali tidak mampu berakting.

 Jangan ditanyakan soal kualitas penulisan cerita. Alim Sudio sepertinya menuliskan naskah film ini dalam waktu 30 menit dengan berbagai referensi segala cerita film yang akan mampu membuat penontonnya merasa muak dengan segala hal yang berbau percintaan remaja. Fallin’ in Love adalah sebuah film yang memberikan nama buruk bagi film-film drama romansa remaja. Salah satu film Indonesia terburuk untuk tahun ini.

Fallin’ in Love (Mitra Pictures/BIC Productions, 2012)
Fallin’ in Love (2012)
Directed by Findo Purnomo HW Produced by Firman Bintang Written by Alim Sudio Starring Adly Fairuz,Mikha Tambayong, Boy William, Agesh Palmer, Yati Surachman, Jerry Likumahuwa  Music by Marcell Alexander HH Cinematography Budi Utomo Editing by Aziz Natandra Studio Mitra Pictures/BIC Productions Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar